Kamis, 18 Juni 2009

Iklan dan Keputusan Pembelian Konsumen (1)

Usulan PKM-P (2009)
Peranan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Sepeda Motor YAMAHA ”MIO” Di Bandung.

Oleh : Dwi Christianto, dkk (Mahasiswa Pemasaran Poltekpos)
Pembimbing : Kanaidi, SE., M.Si (Peneliti, Penulis, Pelaku Bisnis, Trainer dan Dosen Manajemen Pemasaran)

Bab 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Iklan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen selain dari faktor kompetisi, teknologi, nilai ekonomi, kualitas produk, harga, dan distribusi (George & Michael Belch, 1995:219).
Persaingan antar produk di pasaran mendorong produsen gencar berpromosi untuk menarik perhatian konsumen.
Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui media periklanan. Promosi melalui periklanan dapat menggunakan biaya lebih murah, namun memiliki daya bujuk yang kuat dan dapat memberikan informasi yang jelas tentang produk. Iklan dapat mengarahkan konsumen sehingga dapat diyakini untuk memenuhi kebutuhan pembeli (Pujianto, 2003 :97).

Di samping itu, belanja iklan oleh perusahaan di Indonesia sangat besar.
Belanja iklan nasional maupun regional dari tahun ke tahun sangat besar dan cenderung meningkat. Dalam lima tahun terakhir, belanja iklan tumbuh rata-rata 18% per tahun. Misalkan pada tahun 2005 pengeluaran untuk iklan secara nasional mencapai sekitar Rp.27 triliun. Porsi belanja iklan nasional di surat kabar saja (belum termasuk belanja iklan melalui media televisi, dll) sudah mencapai 27,8% atau senilai Rp.8,7 triliun. Sedangkan khusus untuk Jawa Barat belanja iklan di surat kabar sudah senilai Rp.345 miliar (Pikiran Rakyat, 20 Juni 2005).

Hasil survei AC Nielsen yang ditulis di Batam Pos (Mei 17, 2007) dan Kompas (15 Mei,2007) ternyata belanja iklan di media massa pada kuartal pertama tahun 2007 mencapai Rp 7 triliun. Angka ini naik 19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006 lalu yang mencapai Rp 5,9 triliun. Dalam periode itu, belanja iklan di koran tumbuh 21 persen menjadi Rp 2,1 triliun. Pertumbuhan belanja iklan nasional pada tahun 2005, menjadi yang terbesar di antara negara-negara di Asia Tenggara (Asteng). Dengan pertumbuhan yang antara 20% - 25%, belanja iklan pada tahun 2005 akan mencapai nilai Rp 27 triliun. Dibandingkan dengan pertumbuhan belanja iklan AS yang diprediksi tumbuh 5% - 7% saja. Pangsa pasar iklan di Indonesia memang sangat potensial bagi dunia periklanan (Pikiran Rakyat, 27/8-2005).

Bila dibandingkan dengan belanja iklan di negara maju, dapat dilihat besarnya belanja iklan oleh empat perusahaan terkemuka telekomunikasi di Amerika Serikat :
1. AT&T Corp. = US$ 1,060 miliar
2. Sprint Corp. = US$ 481 juta
3. Bell Atlantic Corp. =US$ 479 juta
4. MCI communication Corp. = US$ 476 juta
Total Belanja Iklan tersebut =US$ 2,496 miliar (hampir 2,5 miliar)
Sumber : 100 Leaders by U.S. Advertising Spending, Shimp (2003 : 389-390)

Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa belanja perusahaan untuk beriklan sangat besar.

Dari berbagai macam iklan yang dipajang/ditayangkan, tidak semuanya dapat memuaskan orang yang memandangnya, bahkan ada sebagian orang tidak suka melihat iklan itu.
Padahal, awalnya iklan itu dipajang/ditayangkan tiada lain bermaksud untuk mengajak publik yang kebetulan memandang iklan tersebut tertarik dengan apa yang diiklankannya, yang pada gilirannya mengajak mereka mendatangi pusat iklan tersebut ( Adhy Trisnanto, February 23, 2007).
Lebih jauh Agus S. Madjadikara (Agustus, 2004) menyatakan bahwa banyak iklan yang kita baca, lihat, atau dengar ternyata tidak menyampaikan pesan apa pun. Tidak jelas manfaat apa yang diberikan produk tersebut andaikata kita membelinya atau menggunakannya. Akibatnya, iklan tersebut tidak menimbulkan kesan apa-apa dalam benak kita, selain kesan 'mengganggu'. Karena itu kita pun tidak memberikan respons apa-apa. Padahal iklan seharusnya merupakan perangsang yang harus mampu menimbulkan respons bagi yang memperhatikannya (sasaran).

Dari uraian di atas dan mengingat banyaknya iklan dari para pesaing dengan produk sejenis yang membingungkan konsumen dan calon konsumen, maka penelitian ini akan dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai tanggapan responden tentang iklan sepeda motor YAMAHA “MIO", serta seberapa besar pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk motor YAMAHA “MIO” di wilayah Bandung.

1.2. Perumusan Masalah
Iklan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi calon konsumen untuk membeli suatu produk.
Namun untuk mengetahui lebih jauh tentang dimensi apa dari iklan tersebut yang menjadi faktor utama dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, maka dalam penelitian ini akan diteliti lebih lanjut faktor-faktor dari iklan yang secara signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen sepeda motor YAMAHA “MIO”.
Adapun masalah-masalah yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana tanggapan responden tentang iklan sepeda motor YAMAHA “MIO”
2. Faktor-faktor apa saja dari iklan yang mempengaruhi keputusan pembelian sepeda motor YAMAHA “MIO”
3. Seberapa besar pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian konsumen sepeda motor YAMAHA “MIO”

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Tanggapan responden tentang iklan motor YAMAHA “MIO”.
2. Faktor-faktor dari iklan yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen sepeda motor YAMAHA “MIO”.
3. Besarnya pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian konsumen sepeda motor YAMAHA “MIO”.

1.4. Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah terbitnya sebuah artikel.
Oleh karena itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan diperoleh data-data yang akurat untuk menunjang tersusunnya artikel dimaksud. Artikel tersebut diharapkan nantinya akan menjadi referensi oleh khalayak dalam menetapkan kebijakan dalam beriklan.

1.5. Kegunaan Penelitian
1.5.1. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak produsen sepeda motor mengenai besarnya pengaruh iklan yang ditayangkan melalui media televisi terhadap keputusan pembelian calon konsumen sepeda motor YAMAHA “MIO”.

1.5.2. Kegunaan Akademik
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu komunikasi pemasaran, khususnya dalam bidang periklanan dan keputusan pembelian calon konsumen sepeda motor di wilayah Bandung.

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab 3. METODOLOGI PENELITAIAN, dst

Hubungi :
e-mail : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id

Rabu, 10 Juni 2009

Fungsi-Fungsi dan Peranan Iklan

Iklan yang akan kita buat dan tayangkan dengan baik di berbagai media dalam rangka mengkomunikasikan dan mempromosikan perusahaan atau merek produk perusahaan.
Investasi besar-besaran yang dilakukan perusahaan dalam beriklan menunjukkan keyakinan bahwa iklan memiliki berbagai fungsi atau peranan yang positif bagi perusahaan, yaitu :

Menurut Shimp (2003) fungsi-fungsi periklanan, sebagai berikut :

1. Memberikan informasi (Informing)
Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.
Periklanan ini merupakan bentuk komunikasi yang berkemampuan menjangkau khalayak secara luas dengan biaya yang relatif rendah.
Periklanan ini memfasilitasi pengenalan produk/merek baru, meningkatkan jumlah permintaan produk/merek-merek yang sudah ada, dan meningkatkan puncak kesadaran (TOMA = top of mind awareness) di benak konsumen, serta mengajarkan manfaat-manfaat baru dari merek-merek yang sudah ada.
Contohnya iklan:
- Gatorade, yang awalnya digunakan selama aktivitas atletik berat, diiklankan untuk menggantikan cairan-cairan yang hilang selama terkena flu.
- Special K, sereal untuk sarapan pagi, diiklankan untuk cemilan di sore atau malam hari.

2. Membujuk (Persuading)
Periklanan yang efektif akan mampu membujuk pelanggan untuk mencoba produk yang diiklankan.
Terkadang persuasi tersebut berbentuk mempengaruhi permintaan primer yaitu menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk.
Iklan yang dibuat harus mampu membujuk konsumen untuk memilih merek tertentu, menganjurkan untuk membeli produk merek tertentu, membujuk pelanggan untuk menerima merek yang diiklankan, serta membujuk pelanggan untuk membeli sekarang juga produk yang diiklankan.

3. Mengingatkan (Reminding)
Iklan dapat menjaga merek agar tetap segar dalam ingatan konsumen.
Saat munculnya kebutuhan yang berhubungan dengan produk yang diiklankan, konsumen akan segera ingat dengan merek yang diiklankan di masa lalu dan akhirnya membeli produk tersebut.
Periklanan ini dapat meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian terhadap merek yang mungkin tidak akan dipilih, serta mampu mempengaruhi pengalihan merek (brand switching).

4. Memberikan nilai tambah (Adding Value)
Iklan berfungsi memberikan nilai tambah bagi perusahaan akan tiga hal yang mendasar, yaitu : terjadinya inovasi, penyempurnaan kualitas, atau perubahan persepsi konsumen.
Misalkan iklan Sari puspa yang berubah menjadi Softwell International dengan maksud untuk membuat perubahan dalam persepsi konsumen.

5. Membantu/mendampingi upaya-upaya lain dari perusahaan (Assisting)
Iklan yang telah dilakukan perusahaan dapat memberikan informasi pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga sebelum melakukan kontak personal dengan para pelanggannya.
Periklanan ini memungkinkan digunakan sebagai alat komunikasi untuk meluncurkan promosi-promosi penjualan, seperti kupon-kupon dan undian, serta upaya penarik perhatian berbagai perangkat promosi penjualan tersebut.
Periklanan juga dapat meningkatkan hasil dari komunikasi pemasaran lainnya.
Contohnya, para konsumen dapat mengetahui kemasan-kemanasan produk di toko dan lebih mudah mengenali produk setelah melihat iklan produk tersebut di televisi.

Sedangkan Kotler (2002) dan Uyung Sulaksana (2003) mengemukakan peranan periklanan, adalah :

1. Menyampaikan informasi (Informing)
- Memberitahu pasar tentang adanya produk baru.
- Memberitahukan petunjuk penggunaan produk.
- Menjelaskan cara kerja suatu produk.
- Memberitahukan perubahan harga.
- Mengurangi ketakutan konsumen.
- Membangun citra perusahaan.

2. Membujuk (Persuading)
- Membujuk konsumen untuk memilih merek tertentu.
- Menganjurkan untuk membeli produk merek tertentu.
- Mengubah persepsi konsumen tentang merek tertentu.
- Membujuk pelanggan untuk membeli sekarang.
- Membujuk pelanggan untuk menerima kunjungan wiraniaga.

3. Mengingatkan (Reminding)
- Mengingatkan konsumen bahwa produk tertentu mungkin akan segera dibutuhkan dalam waktu dekat.
- Mengingatkan konsumen dalam mendapatkan produk merek tertentu.
- Mengingatkan pelanggan pada saat pasaran sedang sepi.
- Menjaga agar ingat pertama pelanggan selalu jatuh pada produk perusahaan.

Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, Pelaku Bisnis, Trainer dan Dosen Manajemen Periklanan)
e-mail : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id

Jenis-Jenis IKLAN

Berikut ini akan disajikan beberapa jenis iklan yang sering kita lihat atau baca di berbagai media masa. Dalam bahasan ini akan difokuskan pada iklan-iklan yang pembuatannya dikerjakan oleh perusahaan periklanan saja.

Ada beberapa jenis iklan yang pembuatannya dikerjakan oleh perusahaan periklanan (Agus S. Madjadikara, 2002) , yaitu :

1. Iklan Komersial dan Non Komersial
Iklan komersial adalah iklan yang bertujuan mendukung kampanye pemasaran suatu produk. Iklan demikian umumnya dimuat atau disiarkan melalui media masa.
Sedangkan iklan non komersial banyak sekali jenisnya, termasuk iklan undangan tender, orang hilang, lowongan kerja, duka cita, mencari jodoh, dan sebaginya.

Namun dalam bahasan ini kita hanya akan membahas iklan yang non komersial yang merupakan bagian dari kampanye social marketing, yang bertujuan menjual gagasan atau ide untuk kepentingan pelayanan masyarakat (public service).
Iklan jenis ini biasanya disebut Iklan Layanan Masyarakat (ILM) atau Public Service Advertising (PSA).
Iklan ini biasanya berupa ajakan kepada masyarakat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan demi kepentingan umum atau mengubah kebiasaan atau perilaku masyarakat ”yang kurang/tidak baik” supaya menjadi lebih baik.
Misalnya masalah pembuangan sampah, mendorong minat baca, tertib berlalu lintas, keluarga berencana, penggunaan ASI, berhenti merokok, menghindari AIDS, ”Say NO to drug”, dan sebagainya.

Siapa pun bisa melakukan kampanye iklan demikian ini, bisa : badan-badan pemerintah, asosiasi atau ikatan orang seprofesi, LSM, dan sebagainya. Tentunya asalkan ada sponsornya.
Biasanya iklan jenis ini diberi embel-embel logo, slogan, atau bahkan nama sponsornya.

2. Iklan Corporate
Iklan corporate adalah iklan yang bertujuan membangun citra (image) suatu perusahaan yang pada akhirnya diharapkan bisa juga membangun citra positif produk-produk yang dihasilkan perusahaan tersebut. Kampanye iklan corporate idealnya dilakukan simultan bersamaan dengan kampanye PR (Public Relation Campaign).
Iklan jenis ini lebih efektif bila didukung fakta-fakta yang kuat, yang mempunyai nilai berita dan biasanya dikaitkan dengan kegiatan tertentu yang berorientasi pada kepentingan masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
Misalnya iklan yang melaporkan kegiatan sebuah perusahaan industri susu saat memberikan sumbangan atau pelatihan keterampilan kepada peternak sapi perah.

Contoh lain adalah iklan yang memberitakan sebuah perusahaan yang berhasil meraih penghargaaan, brevet, atau trophy tertentu atas prestasinya dalam mendidik dan mempekerjakan orang cacat, dan sebagainya.

Dalam pembuatan iklan non komersial seperti di atas, ada kalanya pengiklan (client) meminta agar biro iklan memasukkan juga pesan komersial. Hal ini diperbolehkan, namun agaknya terasa kurang tepat.

Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, Pelaku Bisnis, Trainer dan Dosen Manajemen Periklanan)
e-mail : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id

Menyusun Tujuan Periklanan (Advertising Objective)

Tujuan periklanan adalah pernyataan spesifik yang diupayakan akan dicapai dari iklan. Tujuan iklan didasarkan pada situasi persaingan terkini, atau antisipasi terhadap masalah yang dihadapi oleh merek/produk, atau peluang-peluang yang akan diraih.

Menurut Shimp (2003), penyusunan tujuan periklanan yang baik merupakan tugas paling sulit dalam manajemen periklanan. Namun tujuan tersebut menjadi fondasi bagi keseluruhan keputusan periklanan.

Terdapat tiga alasan pentingnya menyusun tujuan periklanan terlebih dahulu sebelum membuat keputusan yang berkaitan dengan seleksi pesan dan penetapan media yang akan digunakan, yaitu :
1. Tujuan periklanan merupakan ekspresi konsensus manajemen.
Penyusunan tujuan periklanan memaksa personil puncak di bidang pemasaran dan periklanan untuk menyepakati bahwa periklanan suatu merek produk akan dilakukan sesuai periode yang direncanakan dengan hasil yang spesifik yang harus dicapai oleh pengiklanan suatu merek tersebut.
2. Tujuan menjadi aspek penentuan anggaran, pesan dan media periklanan suatu merek.
3. Tujuan periklanan menyediakan standar perbandingan hasil yang kuantitatif dan pasti atas apa yang hendak dicapai dari suatu iklan.

Penetapan tujuan periklanan dikatakan baik bila dapat memenuhi syarat-syarat/kreteria sebagai berikut:

1. Tujuan harus mencakup suatu pernyataan yang pasti tentang siapa (who), apa (what), kapan (when), dan seberapa sering (how much).
Siapa (who) ; Pertimbangan paling mendasar dalam formulasi tujuan periklanan adalah pemilihan siapa pasar sasaran dari suatu merek/fitur/ciri-ciri produk yang diiklankan.
Apa (what) ; Untuk menjawab pertanyaan tersebut meliputi dua macam pertimbangan, yaitu : (1) apa penekanannya (berhubungan dengan berbagai fitur dan manfaat yang akan ditekankan sertaemo0si yang hendak ditimbulkan ketika konsumen melihat iklan sebuah merek) dan (2) apa tujuan-tujuan periklanan, meliputi : menjadikan sasaran menyadari (aware) akan suatu merek, memfasilitasi pemahaman konsumen tentang berbagai atribut dan manfaat merek yang diiklankan dibandingkan merek pesaing, meningkatkan sikap dan mempengaruhi niatan untuk membeli, menarik sasaran agar membeli produk, dan mendorong pembelian ulang.
Di mana (where), kapan (when), dan seberapa sering (how much); Secara demografis pasar mana yang perlu ditekankan, bulan-bulan atau musim-musim apakah yang menguntungkan untuk iklan, serta seberapa sering seharusnya suatu merek diiklankan.

Sebagai contoh iklan obat kumur Rembrandt dengan tujuan :
(1)”Dalam waktu 6 bulan, semestinya 80 % dari seluruh konsumen yang menggunakan familiar dengan Rembrandt”,
(2)”Dalam waktu 6 bulan, semestinya 50 % dari seluruh konsumen mengetahui bahwa Rembrandt adalah obat kumur non alkohol dan merek yang mapan”,
(3)”Dalam waktu satu tahun, pangsa pasar Rembrandt menjadi 2% lebih tinggi dibandingkan saat awal”.

2. Tujuan harus kuantitatif dan dapat diukur.
Jika tujuan iklan obat kumur Rembrandt adalah ”meningkatkan pengetahuan konsumen tentang berbagai keistimewaan produk”, maka tujuan tersebut termasuk tujuan yang samar dan sulit diukur. Untuk itu diperlukan pernyataan-pernyataan dari tujuan iklan yang berbentuk kuantitatif agar bisa diukur. Bandingkan dengan tujuan iklan obat kumur Rembrandt pada bahasan kreteria 1 di atas.

3. Tujuan harus menyebutkan jumlah/besarnya perubahan yang dinginkan untuk dicapai.
Misalnya “selama setahun ini pendapatan penjualan produk X meningkat 15 %” atau “selama setahun ini kesadaran konsumen akan merek/produk X meningkat dari 60% hingga 80%”. Ini tujuan yang cukup memuaskan, karena secara jelas menspesifikkan bahwa apa pun yang kurang dari 15% atau 20% tersebut peningkatannya dianggap sebagai kinerja yang tidak sesuai.

4. Tujuan harus realistis (bisa dicapai). Realistis diartikan dapat dicapai (tidak membuat patah semangat) dan tidak juga terlalu rendah dari yang senyatanya dapat dicapai.
Peningkatan penjualan 15 % dalam contoh kreteria 3 di atas bisa jadi tidak realistis, karena terlalu rendah bila dibandingkan dengan peningkatan yang sebenarnya mampu dicapai adalah 35 %.

5. Tujuan harus konsisten secara internal ; dalam artian tujuan iklan harus cocok dengan tujuan lain dari bauran komunikasi pemasaran.
Misalnya perusahaan memproklamirkan pengurangan 25 % tenaga penjual sementara secara simultan juga membuat tujuan iklan meningkatkan distibusi ritel (pengecer) sekitar 20 %, karena tanpa upaya tenaga penjualan yang memadai, diragukan bahwa perdagangan eceran akan menyediakan rak yang lebih banyak bagi merek yang diiklankan.

6. Tujuan harus jelas dan tertulis ; dengan maksud agar bias disebarkan di antara pengguna dan orang-orang yang bertanggungjawab terhadap pencapaian tujuan tersebut.


Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, Pelaku Bisnis, Trainer dan Dosen Manajemen Periklanan) e-mail : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id

Anggaran PERIKLANAN

Periklanan kerap membutuhkan biaya yang cukup besar dengan efek yang tidak pasti dan terkadang perlu waktu sebelum dapat terlihat dengan jelas dampaknya terhadap perilaku pembelian pelanggan. Menurut Shimp (2003 : 354) karena alasan inilah banyak perusahaan berpikir untuk mengurangi pengeluaran-pengeluaran untuk iklan, bahkan ada juga perusahaan yang mempertimbangkan untuk tidak beriklan ketika merek-merek produknya telah menghasilkan sukses yang besar tanpa beriklan.

Penetapan anggaran untuk iklan merupakan keputusan penting yang harus dibuat oleh pengiklan. Apabila jumlah dana yang dibelanjakan untuk iklan terlalu sedikit, maka volume penjualan tidak akan mencapai titik optimal, sedangkan jika jumlah dana yang dibelanjakan untuk iklan terlalu banyak, maka pengeluaran terhadap hal-hal yang tidak perlu akan mengurang keuntungan.

Dilema yang dihadapi adalah menentukan seberapa besar pengeluaran untuk iklan yang dianggap layak ?.
Shimp (2003) menguraikan konsep fungsi respons-penjualan-periklanan (advertising-sales-response function) bahwa jumlah penjualan tidak semata-mata dipengaruhi oleh investasi iklan, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor lain (seperti kualitas pelaksanaan iklan, intensitas upaya periklanan oleh pesaing, serta cita rasa pelanggan terhadap berbagai hal).
Belch, Goerge E & Michael A (1995) mengemukakan to many managers, they only meaningful objective for their promotional program is sales. They take the position that the basic reason a firm spends money on advertising and promotion is to sell its product or service. In Exhibit below shown that sales are a function of many factors, not just advertising and promotion.

Anggaran periklanan merupakan hasil kebijakan organisasi, yang dipandang secara berbeda-beda oleh masing-masing unit organisasi. Bagi departemen akuntansi, anggaran iklan merupakan suatu pengeluaran yang basanya terbesar setelah biaya sewa dan gaji. Bagi tim pemasaran, anggaran iklan dianggap sebagai dorongan besar yang menjadikan telepon tetap berdering dan pengeluaran itu tidak pernah cukup. Bagi manajemen puncak, anggaran untuk iklan adalah suatu investas, spekulasi yang diformulasikan untuk menghasilkan keuntungan terbesar.(Shimp, 2003)

Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, Pelaku Bisnis, Trainer dan Dosen Manajemen Periklanan)
e-mail : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id

Pertimbangan dalam menetapkan Anggaran Periklanan

1. Apa tujuan Iklan ?
Besarnya anggran periklanan harus mengikuti tujuan spesifik iklan yang ditetapkan ; tujuan yang ambisius memerlukan anggaran iklan yang lebih besar. Begitu juga jika iklan dimaksudkan untuk meningkatkan pangsa pasar merek produk tertentu, maka diperlukan anggaran yang lebih besar dibandingkan bila tujuan periklanan hanya untuk memelihara kesadaran konsumen akan nama merek.

2. Berapa besar pengeluaran dan aktivitas iklan pesaing ?
Dalam pasar yang sangat bersaing lebih banyak diperlukan investasi dalam iklan, dengan maksud untuk meningkatkan atau sekurang-kurangnya untuk memelihara posisi pasar.

3. Berapa jumlah dana yang tersedia untuk beriklan ?.
Analisis akhir dalam penyusunan anggaran periklanan ditentukan oleh manajemen puncak tentang seberapa banyak mereka dapat menyetujui anggaran yang akan dikeluarkan untuk beriklan.

Ketiga faktor di atas saling terkait satu sama lainnya pada saat kita menetapkan anggaran periklanan.

Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, Pelaku Bisnis, Trainer & Dosen Manajemen Periklanan)
e-mail : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id